3058 Hektar Kebun Milik PT Brahma Bina Bakti Masuk Wilayah Kawasan Hutan

  • Bagikan



Detiktimes.com. Muaro Jambi – Sabtu 11 November 2023, Berdasarkan data yang tercantum dalam dokumen Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Nomor : SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021, Tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Terbangun Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Izin Dibidang Kehutanan Tahap II.

Dalam lampiran keputusan MENLHK ini, juga tercantum sebanyak 3058 hektar lahan perkebunan milik PT Brahma Bina Bakti ( PT BBB) anak perusahaan PT Triputra Agro Persada, diduga tertanam di dalam wilayah kawasan hutan yang tidak mengantongi perizinan dibidang kehutanan.

Dan sebanyak 313 perusahaan se Indonesia juga masuk dalam daftar perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kebun lainnya yang masuk dalam dugaan permasalahan pelanggaran tentang kehutanan.

Kemudian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui keputusan ini, akan melakukan verifikasi lebih lanjut guna mengetahui kebenaran dan kesesuaiannya dengan fakta lapangan.

Namun hingga saat ini belum diketahui kelanjutannya dari tindak lanjut upaya pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia terhadap 3058 hektar lahan perkebunan milik PT Brahma Bina Bakti yang diduga termasuk dalam wilayah kawasan hutan tersebut.

Baru-baru ini, diduga sejak 2022 hingga 2023, muncul informasi yang disampaikan oleh beberapa orang masyarakat terkait adanya dugaan praktek pemindahan lokasi lahan perkebunan milik perusahaan ( PT BBB) dengan lokasi lahan perkebunan milik masyarakat yang disebut tukar guling lahan.

Dugaan praktek tukar guling lahan perkebunan tersebut terjadi diduga sejak diterbitkannya surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 531 tahun 2021 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Terbangun Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Izin Dibidang Kehutanan Tahap II tersebut.

Hubungan pola kemitraan masyarakat Kelompok Tani dibawah naungan KUD Akso Dano Sengeti dan PT Brahma Bina Bakti (dulu adalah PT Kirana Sekernan),
tidak terlepas dari dasar Peraturan Daerah Kabupaten Batanghari Tingkat II Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan, Pengembangan dan Pembinaan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan Pemanfaatan Kredit Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KK PA) di Kabupaten Daerah Tingkat II Batanghari. Perda ini juga memuat ketentuan tentang Tujuan dan Sasaran, Penyediaan Lahan, Tatacara Konsolidasi Tanah, Hubungan Kemitraan Antara Koperasi Dengan Perusahaan Inti, Tahapan Pembangunan Plasma Kelapa Sawit Pola Kemitraan KKPA, Proses Pengalihan Kebun Plasma Kepada Petani Peserta Melalui Koperasi, serta Pembinaan dan Pengendalian.

Terkait adanya 3058 hektar lahan perkebunan milik PT Brahma Bina Bakti ( dulu Kirana Sekernan) yang masuk dalam kawasan hutan. Disini patut diduga pihak perusahaan telah melakukan praktek penyerobotan lahan kawasan hutan. Atau bisa jadi pihak perusahaan ( PT BBB- Kirana Sekernan) diduga telah menerima para petani sebagai anggota kelompok pola kemitraan yang tidak memiliki legalitas perizinan dibidang kehutanan.

Pada tahun 2012 Provinsi Jambi mendapatkan kunjungan dari pemerintah daerah Kalimantan Timur terkait studi banding kemudahan petani Jambi mendapatkan kredit pihak Bank pendanaan kredit untuk usaha perkebunan. Kadisbun Kaltim, Ir. Etnawati mengutarakan maksud dan tujuan kunjungan Disbun Kaltim ini diantaranya adalah untuk mengetahui tentang proses kemudahan dalam mendapatkan kredit petani melalui pihak bank, mengingat di Kaltim sendiri mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit. Menurutnya, permasalahan utama dalam proses pencairan kredit terkendala masih berbenturannya kebijakan antara pihak BPN dengan pihak bank mengenai sertifikat kepemilikan tanah, sementara di Jambi cukup dengan menggunakan (Surat Keterangan Tanah)SKT saja. (disbun@kaltimprov.go.id)

Pertanyaannya bagaimana pihak bank pendana bisa membiayai kredit primer jikalau didalam keluasan 3058 hektar lahan perkebunan yang masuk dalam peta wilayah kawasan ada sebagian milik petani kemitraan yang tidak memiliki dokumen perizinan kehutanan, terkait persyaratan akat kredit.

Selanjutnya pada tahun 2014, PT Brahma Bina Bakti juga telah memperluas kebun inti perusahaan, melalui persetujuan Hak Guna Usaha (HGU) pada tanggal 27 Januari 2014, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jambi Nomor: 07/HGU/BPN.15/2014 dan Nomor: 08/HGU/BPN.15/2014.

Hal ini patutlah menjadi pertanyaan, terkait adanya 3058 hektar perkebunan milik PT Brahma Bina Bakti yang masuk dalam kawasan hutan sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 531 Tahun 2021 tersebut. Apakah 3058 hektar tersebut termasuk dalam bagian dari HGU PT Brahma Bina Bakti yang pada tahun 2014 telah mendapatkan persetujuan penambahan keluasan dari pemerintah daerah, atau terdapat dugaan praktek ilegal menyerobot kawasan hutan yang dijadikan perkebunan Inti milik perusahaan (PT BBB).

Bukanlah rahasia umum, jika PT Brahma Bina Bakti memiliki dua unit usaha perkebunan, yaitu perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Yang keduanya tersebut diketahui adalah milik PT Brahma Bina Bakti yang terletak di Desa Suko Awin Jaya, Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Dalam hal ini lahan perkebunan milik PT Brahma Bina Bakti yang manakah yang masuk dalam peta kawasan hutan hingga mencapai 3058 hektar yang tercantum dalam lampiran surat keputusan menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik Indonesia nomor 531 tahun 2021 tersebut.

Keluasan lahan plasma kemitraan PT Brahma Bina Bakti juga patut dipertanyakan, jika terdapat kelebihan lahan penyuplaian produksi kelapa sawit ke perusahaan (PT BBB) mungkinkah juga dapat berpengaruh kepada kelebihan kapasitas tonase perjam produksi Pabrik Minyak Kelapa Sawit milik PT Brahma Bina Bakti. Yang mana saat ini kapasitas produksi Pabrik Minyak Kelapa Sawit milik PT Brahma Bina Bakti tertanam berizin 60 ton/jam.

Pemerintah dalam hal ini juga telah mengeluarkan tata tertib dan aturan pengenaan denda dan sanksi terhadap dugaan pelanggaran perizinan dibidang kehutanan, yang merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administrasi Di Bidang Kehutanan.

(Nurdin)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *